Polemik Qunut
Subuh
Syifa menjawil
lengan suaminya, Radit, sebelum mengimaminya Sholat subuh. Mas pakai Qunut yah!
Ini pesanan makmum loh, rajuk syifa. Radit hanya terkekeh kecil menanggapi
permintaan sang istri. Ia memang tak pernah memakai qunut jika shalat sendiri.
Baginya qunut adalah sunah yang membingungkan. Loh Kok? Iya, karena begitu
banyak pendapat yang menyorotinya. Ada yang bilang sunah, hukumnya sudah
massukh, tragisnya malah bid’ah.
Kendati begitu
Radit tidak ingin memegan satu pendapat. Ia type orang yang ikut pesanan. Kalau
imamnya atau makmumnya minta qunut, yah hayo saja. Maka sang istri memintanya
melaksanakan qunut , iapun menurutinya. Semua pendapat benar, yang salah adalah
orang yang tidak sholat subuh, tegas radit pada sfifa suatu ketika.
Dari zaman dahulu
sampai sekarang polemik qunut memang tak ada habis habisnya. Buruknya hal itu
kenjadi persoalan bagi setiap aliranuntuk membaur satu sama lain. Alhasil,
setiap aliran tidak selalu dapat leluasaberada dalam majelis taklim aliran
lain. Pada akhirnya mereka membuat majelis taklim sendiri –sendiri sambil
terkadang menjelek – jelekan majelis taklimyang tidak sepaham denganya.
Ironi, padahal
umat islam dikenal dengan persatuan dan persaudaraanya. Lantas apakah kita akan
terus menerus terpecah hanya karena membaca qunut atau tidak membaca qunut
subuh? Sebenarnya seperti apa kedudukan qunut dalam rangkaian pendapat ulama?
Abu hanifah
berpendapat bahwa qunut hanya disunahkan dalam sholat witir yang dilakukan
sebelum rukuk.
Sementara dalam sholat subuh,
ia tidak melihatnya sebagai sunah sehingga jika seorang makmum sholat
subuh, dibelakang imam yang melakukan qunut, hendaknya ia diam saja dan tidak
mengikuti atau mengamini imam. Meski begitu dalam hal ini Abu yusuf, salah
seorang tikoh dari mazhab Hanafi, memiliki pendapat yang berbeda, Bila imam
melakukan qunut, maka makmum mesti mengikutinya, karenaimam harus di ikuti.
Adapun golongan
ulama yang mensyara’kan qunut dalam sholat subuhbmerujukanpendapatnya dengan
hadist riwayat Annas r.a, bahwa Rosululloh Saw, telah berkunut selama sebulan,
mendoakanatas pembunuhan sahabat –sahabatnyadi telaga Maunah, kemudianbeliau
meninggalkanya. Adapun didalam sembahyang subuh, beliau berkunut sehingga wafat
(Al-Baihaqi, al-Daruquthni, Ahmad dan Hakim)
Agaknya dalam
pandangan ahli Hadist yang membebaskan lebih nyaman terdengar, ketimbang kita
harus saling merasa benar bahkan sampai gontok-gontokan dengan majelis taklim
lain.
Toh, para ulama mazhab sendiri memiliki kearifan yang luar biasa dalam
menyikapi perbedaan pendapat. Suatuketika, Syafi’i mengimami sholat subuhdi
mesjid disamping makam Abu Hanifah. Beliau Sholat tanpa membaca do’a qunut. seorang
jamaah menanyakan soal ketidak konsistenan beliau terhadap pendapatnyayang
mensunahkan qunut. Syafi’i menjawab, Masa aku melakukan sesuatu yang berlainan
dari apa yang di ajarkanya (Abu Hanifah), padahal aku berada di sampingnya.
Tidak cukupkah
peristiwa ini menjadi pelajaran kita dalam menyikapi polemik Qunut.
Sumber: Paras
No comments:
Post a Comment